Senin, 31 Oktober 2016

Makna pemakaman di Toraja

Dunia sudah mengetahui dan mengenal akan keindahan budaya dan tradisi masyarakat Tana toraja. Dari sekian banyaknya budaya dan tradisi yang dimiliki, yang paling banyak diekspos adalah Rambu solo’ atau yang disebut dengan upacara kematian. Rambu solo’ adalah upacara besar-besaran yang sering diadakan oleh masyarakat Toraja, sehingga tidak heran jika dari semua acara baik itu acara perkawinan maupun acara syukuran, upacara rambu solo’ menduduki urutan pertama. Masyarakat Tana Toraja bahkan tidak segan-segan untuk mengeluarkan uang ratusan juta hingga milyaran rupiah.Oleh karena itu, upacara rambu solo’ adalah upacara yang sering dicari-cari oleh wisatawan dari luar. Sebelum masuknya Agama di Toraja, masyarakat di sana masih menganut kepercayaan Aluk to dollo atau yang dikenal dengan animisme. Aluk to dollo yakni dimana Masyarakat di Tana Toraja masih mempercayai adat istiadat. Dalam kebudayaan aluk to dollo di Tana Toraja sangat mengsakralkan sebuah kematian, maka dari itu di Tana Toraja ritual kematian atau yang biasa disebut upacara adat Rambu Solo’ oleh masyarakatnya sangatlah mewah, pelaksanaannya pun bisa-bisa selama 7 hari, tergantung besarnya pesta yang dilaksanakan. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, ketika seseorang meninggal dunia tapi belum melaksanakan ritual upacara adat rambu solo’, orang yang meninggal tersebut masih dianggap hidup. Orang yang meninggal tersebut nanti dikatakan meninggal ketika sudah melewati prosesi Aluk pia / Aluk banua dalam prosesi upacara adat rambu solo’.Aluk pia / Aluk banua adalah sebuah prosesi tahap pertama dari upacara rambu solo’. Prosesi Aluk pia / Aluk banua ini dilaksanakan selama 4 hari, di hari pertama keluarga duka menggelar pemotongan kerbau dan babi serta dengan diiringi dengan nyanyian yang berisi syair kedukaan (ma’badong), setelah itu keluarga duka melanjutkan prosesi perubahan tata letak jenazah untuk mengubah statusnya sebagai orang yang betul-betul sudah dianggap wafat/meninggal. Di hari kedua, nyanyian kedukaan masih saja dilantukan keluarga duka sembari menerima sanak famili yang datang dengan membawa sumbangan berupa hewan kurban (kerbau dan babi) atau uang. Di Hari ketiga keluarga duka kembali menggelar pemotongan hewan kurban, ma’bolong dan ma’batang serta diikuti dengan pembacaan mantra-mantra untuk para leluhur mereka. Di hari ke-empat ini jenasah sudah dimasukan kedalam peti yang dibuat dari kayu mati, ini sebagai simbol bahwa jenazah sudah siap diantar menuju alam roh.Ketika sebuah keluarga duka mengadakan pesta adat, keluarga-keluarganya yang lain berdatangan dengan menggunakan pakaian hitam serta menyumbangkan babi dan kerbau untuk keluarga yang menggelar pesta kematian. Dari sumbangan-sumbangan keluarga inilah saat prosesi akhir nanti semua hewan yang disumbangkan di korbankan untuk bekal orang yang meninggal menuju alam roh. Makanya jangan heran ketika mendengar kalau pesta kematian di Toraja itu bisa menghabiskan ratusan juta hingga milyaran rupiah hanya untuk satu Upacara. Setiap keluarga yang datang di upacara kematian familinya diberikan satu tempat khusus berdasarkan marga keluarganya, yah orang Toraja masih sangat kental dengan marga-marganya, kemudian keluarga duka akan menjamu satu-persatu mereka disebuah rumah perjamuan dalam Upacara Rambu solo’.Adu kerbau atau “passilaga tedong” adalah salah satu dari prosesi pesta ada rambu solo’, prosesi ini dilaksanakan untuk menghibur tamu yang datang di upacara adat rambu solo’, biasanya kerbau-kerbau yang akan dikorbankan pada pesta adat itu yang diadu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar